Tuesday, November 3, 2009

Pajajaran Kingdom

Membahas tema Pajajaran Kingdom memang cukup mengasyikan,
untuk itu saya ingin ikut berkomentar atau urun pendapat
yang berkaitan dengan tema tersebut sekalian mencoba
menjawab pertanyaannya Bung Suryawan. Mengingat pertanyaan
diajukan cukup sederhana dan menunjukan Bung Suryawan masih
awan akan tema ini maka saya harus memulainya dari awal.
Terus terang saja perlu saya katakan bahwa kalau Bung Suryawan
masih bertanya apakah ada tidaknya kerajaan tersebut, sementara
para pemerhati sejarah sudah melewatkan phase tersebut.
Pertanyaan yang muncul bukan itu lagi, melainkan "apa yang harus
kami cari atau temukan lagi serta bagaimana merunut hubungan
kerajaan Pajajaran dengan kerajaan-kerajaan Jawa kuno".
Meskipun demikian hal tersebut tidak menjadi masalah bahkan
saya haturkan rasa salut atas interes Anda terhadap
Kerajaan Pajajaran.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam merunut suatu sejarah
diperlukan bahan-bahan sebagai barang bukti. Adapun bahan-bahan
tersebut yaitu (diurut berdasarkan prioritasnya) :
- prasasti atau bukti peninggalan
- naskah-naskah, baik naskah sejarah, naskah sastra, naskah agama,
babad dan hikayat.

Dari kompenen-komponen tersebut, semua komponen yang bisa dijadikan
barang bukti bahwa kerajaan Pajajaran ada, sudah didapatkan.


I. Prasasti

Prasasti Batutulis Lawang Gintung sebagai sebagai prasasti yang
sangat mendukung akan eksistensi kerajaan Pajajaran.
Kompleks Prasasti Batutulis yang luasnya 17 x 15 meter terletak
di desa batutulis, lebih kurang 2 km dari pusat Kota Bogor.
Batu Prasasti dan benda-benda lain peninggalan kerajaan Pajajaran
terdapt dalam komplek ini. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat
dengan huruf Sunda Kawi. Diukir oleh Prabu Surawisesa pada tahun
1533 Masehi (1455-Saka) dengan maksud memperingati jasa aahandanya
Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu
Siliwangi yang sakti.

Sri Baduga Maharaja adalah raja Pajajajran terbesar yang memerintah
tahun 1482-1521 masehi (1404+1443 Saka). Prasasti Batutulis ini
adalah tempat untuk melakukan upacara penobatan raja-raja pajajaran
dibawah kekuasaan Prabu Siliwangi (1482-1521).

Dalam transkripsi prasasti batu tulis disebutkan bahwa raja
Pajajaran membuat :
1. Tugu peringatan (sasakala) berupa bukit ==> telah ditemukan
2. ngabalay (membuat jalan) ==> telah ditemukan
3. Hutan Samida (hutan larangan) ==> telah ditemukan
4. Telaga Sanghyang Rena Mahawijaya ==> masih dalam pencarian

Disamping prasasti tersebut telah ditemukan pula bukti peninggalan
sejarah lainnya seperti :

=> Di daerah Serpong yaitu perbatasan antara kecamatan Gunung Sindur
di daerah Kab. Bogor ini dengan Kab. Tanggerang telah diketemukan
beberapa benda dan tulisan-tulisan kuno di atas daun lontar.

=> Di daerah dalam Kebun Raya Bogor, pernah diketemukan lima buah
arca, diduga dari daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur, empat buah
pahat,
arca Parwati dari batu, Raksasa, Garuda, Kepala Budha dan Relief.

=> Di sekitar Batutulis, telah diketemukan bekas-bekas tembok Istana
pajajaran, antara lain di Bantar Peuteuy.

=> Di Lawang Gintung, yaitu ditepi Sungai Pakancilan diketemukan
beberapa batu yg kasar dan satu fragmen dari mahadewa.

=> Di Pamoyanan, diketemukan batu dalam bentuk Lingga.

=> Di Kota Batu(daerah Ciapus) diketemukan tempat pemandian, di mana
terdapat batu pipih dan batu seperti tiang dengan tinggi 1 m.

=> Di Gunung Salak diatas Ciapus, diketemukan teras-teras dari batu
alam baik di Puncak Kramat maupun di Gunung Gajah.

=> Di Ciawi-Seuseupan, ada arca dari batu yang berasal dari Madiun
dan tiga buah kampak.

=> Di dekat perkebunan besar Cikopo Selatan, ada beberapa arca
Polynesia yang kasar dan dinamakan arca Domas.

=> Di Gunung Galuga (perbatasan Cibatok menuju Leuwiliang) terdapat
tumpukan batu-batu besar yang kasar seperti "hunnebed" atau makam-
makam
batu tumpang. "Batu Tumpang" menurut pendapat orang adalah
pimpinannya,
dinamakan Ranggagadin.

=> Di Gunung Cibodas, Pasir Simalang dekat Ciampea, ada beberapa arca
besar dan kasar diantaranya raksasa yg dinamakan Pak Dato, semua arca
bercorak Pajajaran. Selain itu diketemukan pula arca singa dari
perunggu.

=> Prasasti cicatih (terletak di atas batu dekat sungai cicatih,
cibadak – sukabumi 1030 M) Di sungai cicatih terdapat pula sebuah
tempat suci bernama "Sanghyang Tapak" Di sebelah timur "Sanghyang
Tapak" terdapat "Tepek". "Tepek" adalah daerah larangan (hutan
terlarang) dan dijaga oleh "pohaci", "pohaci" adalah perempuan yang
titisannya menjadi istri-istri ratu di pakwan pajajaran.

Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat dugaan
adanya kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu
di Jawa Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan-temuan prasasti
di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an, prasasti ini ikut memberi
titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan.

Prasasti Huludayueh yang ditemukan di Cirebon tahun 1990 mengisahkan
bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama Pakuan.
Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan
prasasti Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan
bahwa pada masa itu hidup seorang Raja Jaya Bupati.


II. Naskah-naskah

(diambil dari salah satu harian beberapa tahun lalu - kondisi saat
ini mungkin sudah berubah).
Dari sejumlah naskah yang ada, 95 naskah ditulis dalam huruf Sunda
Kuno, 438 ditulis dalam huruf Sunda-Jawa, 1.060 ditulis dengan huruf
Arab (Pegon) dan 311 naskah lainnya ditulis dengan huruf Latin.
Selain itu masih ada 144 naskah yang menggunakan dua macam aksara
atau lebih, yakni Sunda-Jawa, Arab dan Latin.

Sebagian naskah-naskah ini tersimpan di musium-musium baik dalam
negeri maupun luar negeri serta rumah-rumah penduduk atau tempat-
tempat tertentu yang dikeramatkan karena naskah dianggap sebagai
barang sakral, pemegangnya juga orang tertentu saja.

Naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian yang selesai disusun
tahun 1518 M dan naskah Carita Bujangga Manik yang dibuat akhir
abad ke-15 atau awal abad ke-16 dan ditulis di atas daun lontar
dan daun palem. Naskah ini disusun pada zaman Kerajaan Sunda-Pajajaran
masih ada dan berkembang. Karena itu, dilihat dari kacamata sejarah,
kedua naskah tersebut bisa jadi sumber primer. Sedangkan naskah-naskah
lainnya yang disusun setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh termasuk
sumber sekunder. Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh pada tahun 1579.

Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang raja-raja
Tanah Galuh Jawa Barat (bagian dari Pajajaran). Salah satu lontar
dari Carita Parahiyangan yang belum diketahui angka tahunnya itu di
antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru yang
dikenal dengan Dewa Raja.

Babad tanah Sunda dan tanah jawi.
Baik babad tanah Sunda maupun babad tanah jawi sangat mendukung akan
eksistensi kerajaan Pajajaran. Pada babad tanah Sunda diceritakan
tentang negara Pajajaran dan pangeran Walangsungsang yang mendirikan
kerajaan Cirebon. Sementara pada babad tanah jawi dituliskan pula
silsilah raja-raja Pajajaran.


Sejarah Sunda sangat boleh jadi berbeda dibanding sejarah etnis
lain di Indonesia karena daerah ini tidak banyak mewariskan
peninggalan berupa prasasti atau candi, tetapi lebih banyak berupa
naskah yang kini tersimpan di museum atau tempat-tempat lainnya. Di
Perpustakaan Nasional saja misalnya, terdapat 89 naskah Sunda Kuno
sedangkan yang sudah dikerjakan barulah tujuh naskah (tahun 94).

Selanjutnya saya akan menjawab tanggapan Bung Suryawan yang terdahulu
di posting saya yang kedua.

Wallahualam Bishawab,
Wassalamu'alaikum wr wb,

No comments: